6 Poin Penting Simon McMenemy Soal Timnas Indonesia, Berbicara Mental hingga Kelemahan Sang Garuda

Simon McMenemy buka-bukaan soal permasalahan yang terjadi di Timnas Indonesia. Dia mengungkapkan banyak sekali masalah hingga membuat Garuda sulit berprestasi. Tercatat ada 6 poin penting yang diungkapkan oleh Simon.
Seperti diketahui, Simon McMenemy pernah didapuk sebagai pelatih Timnas Indonesia menggantikan Luis Milla. Sayangnya, selama rezim Simon, Timnas Indonesia gagal meraih hasil maksimal.
Pada ajang Kualifikasi Piala Dunia, Timnas Indonesia tak sekalipun meraih kemenangan. Mereka takluk 2-3 dari Malaysia, 0-3 dari Thailand, 0-5 dari Uni Emirat Arab dan 1-3 dari Vietnam.
Dalam wawancaranya bersama Bayu Eka Sasi atau Bang BES, yang merupakan mantan penerjemah Luis Milla saat melatih Timnas Indonesia di channel Youtube, dia mengatakan banyak sekali permasalahan.
Terkait itu, Bolanusantara.com mencoba merangkum 6 poin yang diutarakan Simon McMenemy terkait sulitnya Timnas Indonesia berprestasi:
6 poin itu bisa dibaca dihalaman selanjutnya:
1. Mental Pemain Timnas Indonesia
Simon McMenemy mengatakan para pemain Timnas Indonesia sudah terlalu nyaman berkarier di Tanah Air. Mereka sudah merasa puas dengan pencapaian saat ini.
Saat ini hanya ada Rudolof Yanto Basna, satu-satunya pemain Timnas Indonesia yang berkarier di Thailand. Padahal menurutnya, berkarier di luar negeri bisa mengasah kemampuan dan mental bertanding yang nantinya akan menguntungkan Timnas Indonesia.
Baca juga: 4 Alasan Kenapa Simic dan Wander Luiz Gagal di Vietnam, tapi Ganas di Indonesia
"Saya rasa ada persoalan budaya di sepak bola Indonesia. Pemain mendapatkan bayaran yang bagus. Liga juga strukturnya bagus. Bahkan pertandingan juga menarik. Banyak penonton dan kami bisa terlihat seperti seorang pahlawan," kata Simon.
"Jadi tidak ada motivasi untuk pemain bermain keluar dari zona nyaman mereka seperti bermain di luar negeri untuk mendorong lagi kemampuan mereka. Semua ada untuk mereka di sini,".
"Jadi saat mereka bermain di luar bersama Timnas Indonesia, mereka tidak terlalu bagus. Sebab, mereka keluar dari zona nyaman," tuturnya.
2. Motivasi Berkarier
Para pesepak bola di Indonesia tidak memiliki impian untuk bersaing di dunia. Berbeda dengan para pemain luar negeri yang selalu berlomba-lomba untuk menjadi yang terbaik di dunia.
Para pemain di sini dikatakannya hanya punya mimpi untuk membahagiakan keluarga. Alhasil, mereka merasa sudah cukup dengan yang diraih saat ini.
Baca juga: 8 Pemain Keturunan yang Tertarik atau Ogah Bela Timnas Indonesia
"Kami bangun akademi dengan pemain U-16/U-17 terbaik saat itu, mereka berlatih di Sawangan 4-5 kali seminggu. Lalu kami mengundang psikologi yang membahas soal motivasi. Kami membuat tes, ada tumpukan majalah, mereka potong gambar dari majalah itu, lalu ditempelkan ke papan," jelasnya.
"Hampir semua pemain, bahkan yang berumur 16 tahun, hal yang mereka inginkan adalah untuk bisa membantu keluarga," ujar pria kelahiran Aberdeen tersebut.
"Tidak ada yang bilang ingin jadi pemain terbaik di dunia. Tidak ada yang ingin menang Ballon d'Or. Nomor satu adalah membantu keluarga," tambahnya.
3. Identitas Bermain
Timnas Indonesia dikatakannya tidak memiliki identitas atau karakter saat bermain. Berbeda dengan timnas Spanyol yang identik dengan tiki-taka atau Liverpool asuhan Jurgen Klopp dengan Gegen Pressing.
Hal ini yang membuat Simon amat kesulitan untuk menerapkan idenya di lapangan.
"Tantangan terbesar (melatih timnas Indonesia) adalah saat itu tidak ada identitas bagaimana kami bermain. Itu tidak ada. Justru banyak permasalahan di luar lapangan," ungkapnya.
4. Contoh Sepak Bola Vietnam
Timnas Vietnam bisa dibilang merupakan negara yang memiliki perkembangan sepak bola paling baik di Asia Tenggara. Buktinya, mereka merupakan negara dengan rangking FIFA tertinggi.
Padahal dulu kala, Vietnam bisa dibilang selalu kesulitan saat bermain melawan Timnas Indonesia. Sayangnya seiring waktu berjalan, justru Timnas Indonesia yang kerap keok di tangan Negeri Paman Ho itu.
"Terkadang kita harus melepas kacamata suporter kita dan sedikit mundur lalu melihat dari sudut pandang yang lebih realistis. Hal yang Vietnam lakukan dengan baik adalah semua orang duduk di meja bersama dan bekerja sama untuk mengembangkan sepak bola," ungkap Simon kepada Bang Bes.
Baca juga: 5 Pemain Indonesia Tersukses di Eropa, Salah Satunya Bermain di Klub Legendaris Serie A Italia
"Liga juga ikut, mereka tidak pakai pemain muda. Tidak diajak bergabung dengan tim. Mereka diberikan kepada timnas. Lalu timnas membuat jadwal untuk pemain muda mereka diseluruh dunia. Nantinya, mereka ikut turnamen, pemusatan latihan juga dan mereka dibuat sibuk sepanjang tahun,".
"Mereka tidak bisa bergabung dengan tim sepak bola di Liga. Itu artinya para pemain muda itu ketika mereka sudah mencapai umur 23 atau 24 tahun mereka sudah bermain bersama cukup lama sekitar 4-5 tahun dalam tim dan pelatih yang sama. Jadi perkembangannya juga jadi bagus," lanjutnya.
"Vietnam berkembang karena mereka punya organisasi terstruktur untuk mereka jadi lebih baik lagi. Dan semua pihak setuju. Tidak ada yang coba bilang. Main dulu bersama kami (klub) baru bisa ke timnas, tidak ada perseteruan dengan klub Jadi semua bisa bekerja sama," jelasnya.
5. Pemanggilan Pemain
Ada yang unik jika waktu pemusatan latihan Timnas Indonesia mulai datang. Sesudah diumumkan daftar pemainnya, pasti selalu ada klub yang mengeluh.
Ya memang tidak bisa disalahkan klubnya juga. Sebab, klub butuh tenaga para pemain ini untuk mengarungi kompetisi. Hal ini pun dianggap Simon sebagai salah satu faktor yang harus dibenahi.
"Ada tim yang tidak mau melepas pemain. Saya ingat ketika saya pelatih Bhayangkara, timnas sedang persiapan menuju Asian Games. Saat itu, saya kehilangan banyak pemain. Selama 2-3 bulan mereka menghilang, saya tidak tau mereka dimana dan kapan kembali. Saya tidak tahu apakah mereka cedera, tapi tiba-tiba saja mereka menghilang dari latihan, dan saya tidak dapat kabar apa-apa, tidak ada surat, bahkan SMS tidak ada," ungkap Simon.
"Saya sepakat dengan para pelatih, ketika pemain saya akan dipanggil, akan ada pemberitahuan 2 minggu sebelumnya. Kami juga harus lakukan medical check up untuk semua pemain. Jadi ketika ada yang cedera, bisa kami temukan. Bahkan ketika ada yang cedera di TC akan kami buatkan laporan dan diakhir TC. Nantinya kami akan kirim medical reportnya kembali kepada pelatih di klubnya,".
"Itu adalah hal yang coba kami terapkan. Proses di belakang timnas jadi lebih baik dari sebelumnya. Saya hanya ingin membuat timnas jadi lebih transparan," ungkapnya.
6. Melihat Proses Jangan Cuma Menuntut Hasil
Dalam membangun sebuah Timnas yang kuat tentu membutuhkan proses. Tidak ada yang instan.
Bagi siapapun pelatihnya, jika hanya diberikan waktu yang singkat tentu sulit untuk membentuk timnas yang bagus. Hal ini pun diungkapkan oleh Simon.
"Saya rasa salah satu pekerjaan paling sulit di Asia (melatih Timnas Indonesia). Apalagi buat mereka yang tahu soal sepak bola. Indonesia semua orang tahu itu besar, banyak talenta, tapi ada juga banyak masalah yang ikut bersamanya," ungkap Simon.
Baca juga: 5 Stadion yang Cocok Menggelar Liga 1 2020 Andai Memakai Sistem Home Tournament
"Tantangan terbesar saat itu, dan saya rasa Anda harus mencoba mengerti Indonesia atau budayanya, jika ingin sukses. Ketika saya diperat dua kali oleh Mitra Kukar dan Pelita Bandung Raya (PBR), sebelum akhirnya saya kembali dan sukses juara Liga 1. Jadi saya harus gagal 2 kali supaya bisa sukses,".
"Saya bagus dalam membangun tim. Bagus dalam menyatukan pemain. Bagus dalam mencoba mengeluarkan kemmapuan terbaik pemain, dan itu tidak berarti saya bisa dihakimi hanya karena hasil 90 menit. Apa yang membuat saya frustrasi sebagai pelatih adalah orang tidak bisa melihat langsung saya bekerja. Mereka hanya lihat produk hasil kerja saya. Mereka tidak melihat hal yang coba kita ubah, atau apa yang sedang kami siapkan," ujarnya.
Note: Ayo Mainkan, menangkan, kumpulkan poin sebanyak-banyaknya dan rebut hadiah keren dengan hanya memainkan Game Seru Bola Nusantara! Caranya Download dulu aplikasinya di sini