Celoteh Bung Tara Eps 4: 2 Musim di Liga 1, Mengapa Marko Simic Bisa Jaga Konsistensi?

Sumber Gambar : Dok Bola Nusantara
Ada pepatah yang mengatakan hidup itu seperti roda, kadang berada di atas, tapi seketika bisa di bawah. Agaknya, kondisi tersebut mirip dengan situasi Persija Jakarta saat ini. Baru saja merasakan nikmatnya trofi juara Liga 1, Macan Kemayoran kini tengah berjuang lepas dari cengkaraman zona degradasi.
Walau demikian, jika sama-sama kita lihat secara seksama, ada satu faktor yang sebenarnya masih tetap konsisten di keterpurukan Persija musim ini. Ya, dia adalah Marko Simic, bomber andalan Macan Kemayoran yang tetap menunjukkan ketajaman walau timnya sedang alami penurunan performa signifikan.
Banyak yang bilang, tantangan terbesar striker adalah menjaga konsistensi mencetak gol. Pada musim perdana, Simic langsung menunjukkan kelihaiannya mencetak gol bagi Persija. Total 18 gol berhasil diciptakan Simic pada musim 2018. Julukkan Super Simic pun tersemat pada dirinya.
Baca juga: Alfin Lestaluhu Meninggal Dunia, Pelatih Timnas Indonesia U-16 Diselimuti Kesedihan
Disini mungkin masih banyak orang berpikir, Simic bisa sangat tajam karena gaya mainnya belum terbaca lawan. Intinya dia masih sulit dihentikan di dalam kotak penalti. Tapi bagaimana jika dia tetap bisa menunjukkan ketajamannya pada musim kedua? Itu baru hebatnya Simic.
Pada musim kedua, gaya main Simic tetap tak bisa terdeteksi bek-bek lawan. Buktinya, dia saat ini sudah mencetak 15 gol untuk Persija. Simic cuma tertinggal satu gol dari penyerang Persela Lamongan, Alex dos Santos yang ada di pucuk daftar top skorer dengan 16 gol.
Nah, mengapa Simic tetap bisa mempertahankan konsistensi mencetak gol pada musim kedua atau lebih spesifiknya disaat Persija terbenam di papan bawah? Mari simak analisa Bolanusantara.com
1. Karakter Bermain Marko Simic
Bagi ukuran pemain Indonesia, postur tubuh Simic terbilang bongsor. Memiliki tinggi badan 187 cm dan juga otot yang kekar, membuat Simic sangat diuntungkan ketika berduel dengan bek-bek tengah lawan.
Bahkan penulis sempat berbicara dengan mantan bek PSIS Semarang, Gilang Ginarsa soal Simic. Dia mengatakan bahwa Simic merupakan salah satu striker paling sulit dihentikan. "Itu striker kelas. Susah sekali menghentikannya ketika dia masuk ke pertahanan," kata Gilang pada musim 2018.
Berbicara soal gaya main Simic tentu enaknya kita kesampingkan kemampuan dribble dan sprint yang dimilikinya. Mari kita akui saja, Simic bukanlah striker seperti Beto Goncalves (Madura United) atau Alex dos Santos (Persela Lamongan)yang diberkahi Tuhan bisa berlari kencang dengan skill individu ciamik. Sejujurnya, gaya main Simic cenderung kaku saat bola ada di kakinya.
Baca juga: Persib vs Persija: Adu Tajam Taring King Eze Vs Super Simic
Tidak percaya? Pantau saja pria asal Kroasia ini bermain. Saat bola berada di kakinya, dia akan berusaha melewati lawan dengan cara menyeruduk. Ujung-ujungnya, bek lawan memilih melanggar dia ketimbang terkecoh dengan gerakan individunya.
Namun, kelemahan ini (kalau bisa dibilang kelemahan) berhasil ditutupi Simic dengan cara yang elegan. Ketimbang berusaha menjadi striker cepat dia justru lebih memperkuat kelebihan yang dimilikinya dibanding memperbaiki kelemahan.
Simic tampak lebih fokus menggembleng daya fisik, sekaligus mencari cara bagaimana dia bisa membobol gawang lawan. Salah satunya caranya dengan mempertahankan kelebihannya yakni fisik. Ya, saat berlatih, Simic memilih untuk menambah kekuatan dorongan dari bek-bek lawan serta keahliannya saat duel di udara. Jika berkaca pada dua musim terakhir, rasanya itu jadi pilihan tepat buat Simic.
Sifat oportunis Simic juga jadi berkah bagi dirinya. Walau terlihat beberapa kali sering membantu pertahanan dengan mencoba merebut bola, tapi coba saja perhatikan, berapa lama Simic berada di luar area pertahanan lawan? Nyaris mayoritas waktu pertandingan dihabiskan untuk menyerang.
Hal itu bukan tanpa maksud, ketika ada awal serangan atau counter attack, Simic selalu menjadi target terakhir untuk dituju. Dia bisa berperan sebagai tebok pantul bagi lini kedua atau langsug mengeksekusinya sendiri ke gawang lawan.
Penulis langsung teringat dengan sosok striker buas tim nasional Italia, Luca Toni. Dengan postur tubuh menjulang dan kecepatan yang terbilang lambat, Toni bisa jadi top scorer Serie A pada penghujung kariernya.
Ada komentar menarik yang pernah dicetuskan oleh manajer Manchester City, Pep Guardiola. Saat masih menjadi pemain sepak bola profesional Guardiola memilih untuk mengasah kelebihannya ketimbang menghilangkan kelemahannya.
"Saya tidak cepat, saya tidak punya stamina untuk berlari terus menerus selama 90 menit di mana itu merupakan keharusan bagi seorang gelandang. Saya tidak bagus dalam duel udara, secara fisik juga tidak kuat. Apa yang bisa saya lakukan hanyalah mengoper bola dengan cukup baik," tutur Josep Guardiola dalam sebuah wawancara.
"Jika saya bermain dalam lingkup sepak bola semodern ini, saya tidak akan bisa masuk ke level profesional dan paling bagus saya hanya bermain untuk tim divisi tiga."
Mirip dengan situasi Simic kah?
2. Faktor Teco
Simic beruntung bisa dilatih oleh Stefano Cugurra. Pelatih asal Brasil itu tahu betul apa yang harus digembleng dari pasukannya. Fisik selalu jadi faktor utama Teco dimanapun dia melatih. Saat pertama kali melatih Bali United, Teco juga memperbaiki kekuatan fisik seluruh penggawa Serdadu Tridatu.
"Teco sangat memperhatikan fisik. Pemain Bali United semuanya di tes fisik. Setengah mati mereka mencoba menujukkan kemampuan daya tahan fisiknya. Dan, ternyata Andhika Wijaya itu pemain yang VO2 Max paling tinggi," kata CEO Bali United, Yabes Tanuri kepada Bola Nusantara.
Ya, lagi-lagi balik ke fisik. Faktor yang amat penting bagi pemain dengan karakter seperti Simic. Teco tahu betul bahwa bek-bek Liga 1 sangat kuat dalam urusan fisik. Para barisan bek itu akan mencoba menabrak atau bahkan membuat Simic terjengkang saat bertanding.
Ini kejelian Teco, dia memperkuat kekuatan fisik Simic anti dengan tubrukkan. Sulit menjatuhkannya ketika pemain sudah berada di belakang tubuh besar Simic. Jika dipaksa, tentu saja wasit akan meniup peluit tanda pelanggaran.
Itu sebabnya Simic sangat kehilangan sosok Teco ketika pelatih ekspresif itu memutuskan hijrah ke Bali United pada musim ini.
"Ya, tidak mudah melihat banyak pemain pergi terutama pelatih (Teco) dan Jaime. Saya sangat dekat dengan pelatih dan Jaime. Saya hanya berharap mereka sukses bersama klub barunya," kata Simic terkait kepindahan Teco.
3. Terbantu dengan Formasi 4-3-3
Pelatih Persija boleh silih berganti. Berawal dari rezim Stefano Cugurra, lalu dilanjutkan Ivan Kolev, Julio Banuelos dan kini Edson Tavares, pola permainan Persija tetap saja memakai formasi 4-3-3. Apakah gaya main Simic yang memengaruhi pakem 4-3-3 di Persija? Mari kita ulas
Formasi 4-3-3 memiliki kekuatan serangan dari sisi sayap. Namun itu juga harus ditunjang dengan striker tunggal yang bisa bertugas ganda, tak cuma mencetak gol tapi jadi tembok pemantul. Dengan gaya main Simic yang sudah kita ulas tadi, tentu saja ini bisa jadi formasi paling ideal, walau formasi 4-2-3-1 juga bisa jadi alternatif.
Memiliki sayap-sayap cepat, alur serangan Persija bertumpu pada Riko Simanjuntak, Novri Setiawan atau kini Heri Susanto. Nantinya, peran sayap-sayap ini akan dibantu oleh dua bek sayap yang sewaktu-waktu membantu serangan ke depan.
Lantas apa tugas gelandang tengah? Sandi Sute jelas bertugas menghentikan serangan lawan sejak lini tengah. Lalu ada Rohit Chan yang memiliki tugas sebagai penyalur bola yang didapatnya dari belakang untuk diberikan ke pemain sayap atau ke tengah.
Baca juga:
Nah jika bola sudah berada di kaki Rohit Chand atau Ramdani Lestaluhu, tugas vital Simic baru berfungsi. Dia akan mencari ruang untuk membuka kesempatan lini kedua masuk ke kotak penalti. Tak sampai hanya bertugas memecah konsentrasi bek lawan, Simic juga bisa jadi target man bagi rekan-rekannya.
Alternatif pun kian banyak, pemain sayap bisa melambungkan bola untuk langsung ditanduk Simic. Atau jika bola mengalir dari tengah, para gelandang bisa menjadikan Simic sebagai tembok pemantul atau dieksekusi sendiri.
Sekali lagi, formasi 4-3-3 sangat menopang potensi Simic untuk mencetak gol dari segala sisi lapangan. Hal itulah yang membuat Simic tetap bisa konsistensi mencetak gol pada musim keduanya.
Note: Ayo Mainkan, menangkan, kumpulkan poin sebanyak-banyaknya dan rebut hadiah keren dengan hanya memainkan Game Seru Bola Nusantara! Caranya Download dulu aplikasinya di sini