Indonesia vs Malaysia: Luka, Dendam, dan Air Mata

Sumber Gambar : Bola.com
Dari arah penonton, sinar laser tepat mengenai mata Markus Horison, penjaga gawang Timnas Indonesia. Para pemain Indonesia merajuk. Mereka meminta wasit menghentikan pertandingan saat memasuki menit ke-54.
Insiden itu seakan menjadi pintu. Setelahnya, tiga gol bersarang di gawang Markus Horison. Dua lewat Safee Sali dan sisanya dari Ashaari Shamsuddin. Indonesia menangis di Bukit Jalil.
***
Pertandingan melawan Malaysia ibarat duel AS Roma vs Lazio. Di Serie A Italia, ada lawan yang jauh lebih berat, sebut saja Juventus. Namun kedua negara ini memilih untuk saling berseteru karena faktor di luar sepak bola.
Jika mereka mau memilih rival, sebenarnya ada Thailand yang jauh lebih berjaya dan bisa menjadi lawan. Namun, dasar kedua negara yang memiliki gengsi tersendiri, Thailand ditepikan. Mereka lebih memilih saling beradu kekuatan, mental, dan provokasi.
Baca juga: Kerja Sama dengan Mola TV, PSSI: Kami Naik Kelas!
Sebenarnya, kedua negara ini berada dalam satu rumpun yang sama. Keduanya memiliki bahasa yang tak jauh berbeda: Melayu. Secara budaya, dua negara ini juga tak jauh berbeda. Namun, gengsi membuat persamaan itu memiliki jurang pemisah yang teramat dalam.
Panas dan ketatnya persaingan Indonesia dan Malaysia di sisi sepak bola memang tak bisa dilepaskan dari faktor historis. Slogan “Ganyang Malaysia” mengudara jauh sebelum Piala AFF 2010 digelar.
Entah ada pengaruh atau tidak, Malaysia yang dijajah oleh Inggris dan Indonesia oleh Belanda menjadi salah satu alasan mengapa dua negara ini sulit untuk akur. Perbedaan negara penjajah membuat mereka juga memiliki perbedaan dalam cara berfikir.
Belum lagi ketika kita membicarakan perihal aksi klaim. Dari sisi Indonesia, klaim terhadap kebudayaan Indonesia oleh Malaysia adalah hal yang buruk dan tak pantas dilakukan. Tapi, dari sisi Malaysia, mungkin itu hal biasa saja. Mereka mungkin merasa bahwa budaya yang mereka klaim dari Indonesia adalah hal wajar karena mereka memiliki budaya yang, sekali lagi, tak jauh berbeda.
***
Piala AFF 2010 seakan menjadi noda hitam dari perjalanan Timnas Indonesia di ajang tersebut. Bagi beberapa orang, skuat Piala AFF 2010 adalah skuat terbaik yang pernah mereka saksikan.
Membantai Malaysia di pertandingan pertama Piala AFF dan lolos meyakinkan ke babak semifinal. Melawan tim semi-naturalisasi, Filipina, Indonesia kembali unggul. Gol Cristian “El Loco” Gonzales seakan menyebutkan bahwa: kalian (Filipina) masih jauh di bawah kami (Indonesia).
Bayang-bayang menjadi juara pun datang. Berbekal skuat menterang dan kemenangan telak di pertandingan pertama, tentu semua berharap Indonesia menjadi juara.
Nyatanya, sepak bola bukanlah hitungan matematis. Sepak bola bukanlah pertandingan yang digelar di atas kertas, melainkan di atas lapangan.
Baca juga: Resmi! Laga Timnas Indonesia di Piala Dunia Tayang di Mola TV dan TVRI
Timnas Indonesia kembali gagal menang di babak final. Menjadi runner up entah untuk yang ke berapa kali. Segala puja-puji mendadak berubah menjadi caci maki.
Sudah menjadi sifat manusia untuk mencari kambing hitam ketika sedang terpuruk. Kekalahan telak dari Malaysia menghasilkan dugaan pengaturan skor. Dugaan serta kecurigaan yang hingga sembilan tahun berselang, belum bisa dibuktikan.
Segala dugaan, kecurigaan, fitnah, dan hal-hal buruk lainnya tak memiliki arti apa pun. Karena Timnas Indonesia tetap kalah di partai puncak. Gelar Malaysia di Piala AFF jauh lebih banyak dibandingkan Indonesia.
Hingga kita seharusnya sadar bahwa rival Timnas Indonesia bukan lagi Malaysia – apalagi Thailand. Melainkan Myanmar, Singapura atau malah Timor Leste.
Note: Ayo Mainkan, menangkan, kumpulkan poin sebanyak-banyaknya dan rebut hadiah keren dengan hanya memainkan Game Seru Bola Nusantara! Caranya Download dulu aplikasinya di sini