Kisah Kurniawan Dwi Yulianto, Nyaris Pensiun Setelah "Dihajar" Media

Indonesia pernah memiliki striker ganas di era 90-an, siapa lagi kalau bukan Kurniawan Dwi Yulianto. Pesepak bola yang dijuluki “Si Kurus” asal Magelang, Jawa Tengah ini adalah pemain kebanggaan Timnas Indonesia saat itu.

Apalagi terbilang usia Kurniawan saat itu masih cukup belia, yakni 18 tahun. Namun, hebatnya dia sudah bergabung dengan klub Liga 1 Swiss, FC Luzern.

Kurniawan adalah satu di antara pesepak bola terbaik saat itu yang disekolahkan PSSI dalam proyek Timnas Primavera di Sampdoria, klub Serie  A Italia. Kurniawan meniti karier di Negeri Pizza selama dua tahun yakni 1993-1994, sebelum akhirnya bergabung ke FC Luzern Swiss.

Sosok Kurniawan ini mengingatkan kita pada seorang legenda AC Milan, Filipo Inzaghi. Gaya mainnya, bisa dibilang mirip karena dia lebih banyak menunggu bola datang dan mencari posisi paling strategis di pertahanan lawan. Sekali lolos jebakan off side, gol menjadi ancamannya. Selama karirnya di sepak bola profesional, Kurniawan sudah tampil 402 kali dan mencetak 200 gol.

 

Baca juga : Soal Perusahaan Baru Liga 2, Yoyok Sukawi : Itu Kewenangan PSSI

 

Tapi rupanya dibalik puja-puji fans di Indonesia, ternyata ada sisi gelap kala itu. Kisah itu diceritakannya dalam wawancara dengan channel Youtube “Ruang Ganti” Garuda Nusantara.

Situasi tidak mengenakan itu datang dari media. Dia mendapatkan serangan media setelah memutuskan untuk pulang dari Sampdoria B ke Indonesia.

“Gilalah, saya pulang di hajar media. Saya pikir kepulangan saya akan dilindungi, ternyata dihajar. Bahkan saya sempat bilang sama orang tua, apa saya harus berhenti bermain sepak bola karena saya kasihan, orang tua saya menangis,” cerita Kurniawan.

Dalam situasi yang tidak mengenakkan tersebut, kedua orang tuanya tetap memberikan dukungan. Kurniawan masih ingat, almarhum ayahnya mengatakan, “Mana yang terbaik buat kamu,”, menjawab keinginannya pensiun dari sepak bola. Sedangkan ibunya bilang, “Kamu harus kuat, kamu harus buktikan, untuk tutup mulut mereka, dengan prestasi,”.

“Itu yang menguatkan saya, untuk bermain lagi. Tidak mudah untuk adaptasi. Saya juga lumayan kaget, main dibantai, dihajar, menyesuaikan lagi dengan cara main di sini,” ucapanya.

Kurniawan membeberkan, karirnya cukup terbantu selama tiga musim di Pelita Jaya pada 1996-1999, meski sempat mengalami fase buruk. Saat itu ketajamannya sangat terlihat. 

Maklum, dia mendapat sosok penyuplai bola andal, yang bisa memberinya kesempatan untuk mencetak gol, karena sudah bisa memahami cara bermainnya sehingga bisa memanjakannya di lini depan. Ini memudahkannya untuk adaptasi.

 

 Baca juga : Dayen Gantenar, Anak Eks Kiper Ajax Keturuan Indonesia Tak Sabar Main di Liga Indonesia

 

“Saya tanpa ada penyuplai aandal, saya tidak bisa, karena saya bukan tipikal pembawa bola, dribling dan tendang. Saya terbantu Ansyari Lubis, Bima Sakti, Carlos De Melo. Benar-benar bolah dibilang memanjakan saya, agar bisa beradaptasi kembali,” tuturnya.

Setelah di Pelita Jaya, Kurniawan hijah ke PSM Makassar dan membawa Juku Eja menjuarai Liga Indonesia. Perjalanan karir pemain  yang saat ini menjadi pelatih di Sabah FA, klub Liga 1 Malaysia itu semakin menanjak. setelah di PSM, dia bergabung ke PSPS Pekanbaru selama tiga musim, lalu berpindah ke Persebaya, sekaligus membawa Green Force meraih gelar juara.

 

Note: Ayo Mainkan, menangkan, kumpulkan poin sebanyak-banyaknya dan rebut hadiah keren dengan hanya memainkan Game Seru Bola Nusantara! Caranya Download dulu aplikasinya di sini

 

Berita Terkait