Celoteh Bung Tara Eps 6: Bruno Matos Terbuang, Johan Cruyff Menjawab!

"Bermain sepak bola itu sangat simpel, tapi bermain sepak bola secara simpel itu adalah hal yang paling sulit," legenda Timnas Belanda dan Barcelona, Johan Cruyff.

 

Berangkat dari opini tersebut, kita bisa sedikit menyimpulkan bahwa gaya bermain Bruno Matos jauh dari kata simpel. Tidak percaya? Buka Youtube lalu cari video Bruno Matos saat membela Persija atau Bhayangkara FC. Pemain asal Negeri Samba ini memang sangat senang berlama-lama dengan bola.

Mungkin bagi pemain asal Amerika Latin, ada sebuah gairah tersendiri saat memainkan bola di kaki sembari berusaha mengecoh satu-dua pemain lawan. Ini merupakan salah satu kelemahan pemain skillfull dalam sepak bola era sekarang.

Memang jika dilihat secara individu, skill olah bola Matos berada di atas rata-rata pemain sepak bola Indonesia. Kontrol bolanya jago. Insting cetak golnya mantap. Tapi sekali lagi hal ini bisa jadi boomerang buat dia dan timnya.

 

Baca juga: Celoteh Bung Tara Eps 5: Layakah In Kyun Oh Gantikan Peran Makan Konate di Arema FC?

 

"Tekhnik bukan soal Anda bisa juggling bola sebanyak 1.000 kali. Seseorang bisa melakukan itu saat berlatih. Lalu Anda bisa bekerja di sirkus. Tekhnik adalah mengoper bola dengan satu sentuhan, juga dengan kecepatan yang benar dan menempatkan di kaki yang tepat pada rekan Anda," Cruyff.

Masih ingat di kepala saya ketika Bruno Matos memperkuat Persija pada Liga 1 2019. Dia sempat membuat penulis berdecak kagum dengan aksi individunya. Bagi Matos bukan perkara sulit dirinya melewati dua pemain lawan.

Dia juga dibekali dengan insting mencetak gol yang tajam. Bersama Persija total dia persembahkan 11 gol. Rinciannya, Bruno Matos mencetak 7 gol di fase grup Piala AFC di bulan Maret-Mei 2019, dan mencetak 4 gol di Piala Presiden pada bulan Maret.

Saat itu saya yakin bahwa Matos akan jadi bintang baru bersama Macan Kemayoran! Ternyata salah!

 

Melihatnya bermain di lapangan justru serasa jadi penghambat. Bola yang sudah dialirkan lini pertahanan ke depan, selalu berhenti di kakinya. Alih-alih sukses menembus pertahanan lawan, Matos kerap kali kehilangan bola karena memaksa menggocek.

Dari sini saya yakin opini Johan Cruyff ada benarnya. Pemain hebat memang bukan soal tekhnik tapi juga harus tahu kapan dia melepas bola atau melihat pergerakan kawan yang lebih menguntungkan.

Berbeda kalau posisi Matos merupakan gelandang bertahan yang memiliki role Deep Playing Plamaker. Di sepak bola dunia kita kenal salah satu pemain terbaik diposisi ini adalah Andrea Pirlo. Atau jika memang tidak fair, di Liga 1 ada deep playing playmaker terbaik, yakni gelandang Bali United, Brwa Nouri.

Bagi mereka berdua, menahan bola sambil melihat peluang melepaskan umpan merupakan suatu kenikmatan tersendiri. Sebab, kedua pemain ini merupakan poros awal serangan dari klub yang mereka bela.

 

Baca juga: Celoteh Bung Tara Eps 4: 2 Musim di Liga 1, Mengapa Marko Simic Bisa Jaga Konsistensi?

 

Berbeda dengan Matos. Pemain asal Brasil ini merupakan gelandang serang. Tugas utamanya menjadi pelayan bagi striker atau membuka peluang buat dirinya sendiri mencetak gol.

Dia hanya memiliki waktu sepersekian detik untuk memutuskan bola harus dioper atau digiring sendiri. Bukan justru berlama-lama dengan bola sehingga alur serangan menjadi mandek!

"Untuk bermain dengan baik Anda butuh pemain yang bagus. Tapi pemain hebat itu hampir selalu memiliki masalah kurangnya efesiensi. Mereka selalu ingin melakukan hal-hal yang indah ketimbang yang diperlukan," Johan Cruyff.

Berita Terkait