Persebaya Surabaya dan Sejarah Perlawanan yang Panjang

Bolanusantara.com - Selebaran menyebar di langit Surabaya tahun 1945. Sejarah menyebut bahwa arek-arek Suroboyo tak gentar dengan gertakan pasukan Inggris.
Surabaya dengan komando Bung Tomo, melakukan perlawanan yang tak kenal rasa takut. Tak sekadar melawan, Sejarawan Australia, Frank Palmos menyebut bahwa masyarakat Surabaya menang jumlah melawan Inggris. Satu pasukan Inggris digambarkan melawan seratus arek Surabaya.
Kita semua tahu hasilnya. Tanggal 10 November 1945 akan selalu tercatat sebagai hari bersejarah. Hari yang tak akan pernah bisa lupa dalam ingatan. 10 November ditetapkan sebagai Hari Pahlawan.
Puluhan tahun setelahnya, arek-arek Suroboyo melakukan perlawanan yang lain. Bukan di medan perang angkat senjata, mereka melawan demi sebuah identitas: Persebaya Surabaya.
Baca juga: Persebaya Ulang Tahun, Ini Ucapan dari Para Mantan
Persebaya Surabaya dan Darah Perlawanan
19 April 1930, PSSI terbentuk dengan diinisiasi oleh tujuh klub. Menggunakan nama klub berbahasa Belanda, Soerabhaisasche Indonesische Voetbal Bond (kini Persebaya), menjadi salah satu klub yang menginisiasi PSSI.
Keberadaan PSSI pada zaman itu memang sudah lekat dengan perlawanan. Mereka menentang keberadaan klub-klub asal Belanda yang menguasai tanah Indonesia.
Lima belas tahun kemudian, Indonesia merdeka dan terjadilah perlawanan sengit arek Suroboyo melawan Inggris.
Darah pemberontak Persebaya dan arek-arek Suroboyo telah terlihat sedari mereka terbentuk 18 Juni 1927.
Lompat jauh ke depan, Persebaya masih lekat dengan pemberontakan dan perlawanan. Tahun 2009/2010, Persebaya Surabaya mengalami insiden tak menyenangkan. Bonek dan penggila sepak bola sepakat menggunakan frasa: zalim. Persebaya dizalimi.
Baca juga: Di Tengah Pandemi, Komunitas Literasi Bonek Rilis Buku "Tolak Bala Sepak Bola"
Persebaya kesal, marah, dan tak terima ketika mereka dipermainkan oleh PSSI. Ada banyak bahan bacaan yang menjelaskan bagaimana Persebaya dizalimi oleh PSSI.
Berawal dari laga play-off Liga Indonesia 2009/2010 melawan Persik Kediri. Persebaya diwajibkan kalah agar salah satu klub, Pelita Jaya saat itu bertahan di kasta teratas. Persebaya butuh hasil imbang untuk mengamankan tiket, tapi Pelita Jaya butuh Bajul Ijo kalah dengan skor berapapun.
Pertandingan Persebaya kontra Persik tak pernah terjadi. Persebaya menolak datang dalam pertandingan yang telah berkali-kali dijadwalkan ulang. Alhasil, Persebaya dinyatakan kalah dengan skor 3-0.
Perlawanan tak berakhir di titik itu. Persebaya memutuskan mengikuti breakaway league, Indonesia Premiere League (IPL) yang dibuat oleh Djohar Arifin Husein dan kolega. Tak sendiri, tercatat lima klub ISL selain Persebaya memutuskan turut serta, yakni Semen Padang, PSM Makassar, Arema Indonesia, Persema Malang, dan Persibo Bojonegoro.
Perlawanan Persebaya Surabaya berujung sanksi PSSI. Lalu, apakah Persebaya berdiam diri dengan sanksi PSSI? Tidak.
Dibelah Dua, Persebaya dan Bonek Melawan
Tak hanya sanksi, Persebaya juga mendapatkan masalah yang lain. Internal mereka dipecah. Wisnu Wardana (WW) membentuk Persebaya tandingan yang berlaga di Divisi Utama PSSI. Tak berisikan pemain asli Persebaya, klub bikinan WW diisi oleh pemain Persikubar Kutai Barat.
Klub kloningan ini membuat Persebaya yang asli tak bisa bermain dengan bebas di Surabaya. Persebaya yang asli mengubah namanya dengan Persebaya 1927 dan tak direstui Nurdin Halid, Ketum PSSI yang sempat memimpin PSSI dari bilik penjara.
Lalu, bagaimana dengan Bonek? Bonek melawan. Mereka memilih tak datang ke stadion yang menyajikan Persebaya kloningan.
Baca juga: Jelang Persija Vs Persebaya: Jejak Kemesraan Jakmania & Bonek
Kondisi berubah saat Djohar Arifin menjadi penguasa PSSI. Kompetisi IPL berjalan dengan Persebaya sebagai salah satu peserta. Status mereka kembali aman dan Persebaya 1927 diakui.
Masalah tak berhenti. Dualisme liga kembali berjalan. Islah dilakukan oleh Roy Suryo yang saat itu menjabat sebagai Menpora. Klub-klub yang bernaung di IPL, dipaksa untuk mengikuti aturan yang tak jelas. Hanya satu klub yang bertahan dengan pendirian: Persebaya Surabaya.
Persebaya 1927 menolak untuk menyerah dan tetap melawan. PSSI tak mengakui Persebaya 1927. Alhasil, mereka tak bisa mengikuti kompetisi, Bonek dipaksa untuk berdiam di rumah, melipat spanduk dan syal. Bonek tak ingin mendukung klub yang tak jelas masa lalunya. Di dalam hatinya, hanya ada Persebaya.
Jalur hukum digunakan untuk mengembalikan Persebaya ke tempat aslinya. Bonek bertahun-tahun absen dari kancah persepakbolaan Indonesia. Mereka enggan mendukung Persebaya kloningan yang berada di bawah naungan PSSI.
Kebenaran Selalu Menemukan Jalan
Di Jawa, ada istilah Gusti Allah mboten sare atau Tuhan tidak tidur. Tuhan mungkin seakan tak melakukan apa pun untuk mengembalikan Persebaya, tapi Tuhan memiliki caranya sendiri. Tuhan mengembalikan Persebaya secara perlahan.
Pertama, nama Persebaya yang digunakan oleh tim kloningan dikembalikan untuk Persebaya yang asli. Mereka tak lagi menggunakan nama Persebaya dan berubah nama berulang kali seperti bunglon. PS Polri, Surabaya United, Bonek United, dan kini Bhayangkara FC. Keputusan sidang memutuskan nama Persebaya yang berada di bawah La Nyalla Mattaliti cacat hukum.
Kedua, Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) memutuskan untuk tak mengakui Persebaya kloningan. BOPI meminta nama Persebaya tak digunakan oleh klub yang berada di bawah La Nyalla. PSSI bergeming dan berujung pembekuan dari PSSI.
Baca juga: 3 Aspek yang Membuat Bonek Menjadi Aset Penting untuk Persebaya Surabaya
Ketiga dan yang paling utama adalah kembalinya Persebaya. Dalam Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI tahun 2017, Persebaya kembali merumput. Adalah Edy Rahmayadi, Ketua Umum (Ketum) PSSI yang terpilih menjamin Bajul Ijo akan kembali.
8 Januari 2017, hari di mana Persebaya kembali. Status mereka dipulihkan setelah sekian tahun dihukum dan dizalimi. Bonek mendatangi Bandung, lokasi KLB pada 8 Januari tersebut. Tangisan Bonek tumpah di Bandung. Jika dulu ada istilah Bandung Lautan Api, maka pada saat itu berubah menjadi Bandung Lautan Air Mata Kebahagiaan.
Perlawanan Persebaya, Bonek, dan masyarakat Indonesia merupakan perwujudan dari kebenaran selalu menemukan jalan. Persebaya tak pernah jauh dari kata perlawanan. Mereka dizalimi dan melawan. Dizalimi lagi dan melawan lagi. Melawan dan terus melawan adalah jalan yang akan terus dipilih oleh Persebaya dan Bonek.
Karena saya yakin di dalam tubuh masyarakat Surabaya dan Bonek, mengalir darah perlawanan. Selamat ulang tahun Persebaya Surabaya. Salam satu nyali, Wani!
Note: Ayo Mainkan, menangkan, kumpulkan poin sebanyak-banyaknya dan rebut hadiah keren dengan hanya memainkan Game Seru Bola Nusantara! Caranya Download dulu aplikasinya di sini